Karya - Karya Arsitek Terkenal


A.    Karya – Karya Arsitek Dalam Negeri
1.      Masjid Salman ITB Karya Ir. H. Achmad Noe'man

Masjid Salman ITB merupakan masjid pertama di universitas di Indonesia. Berada di Jalan Ganesha No 7 Bandung oleh Prof. Dr. Doddy A. Tisna Amidjaja (Rektor ITB periode 1969 – 1976) disebut sebagai “laboratorium kerohanian” yang harus berfungsi setiap hari untuk dapat memberi perimbangan kepada laboratorium lainnya.

Masjid kampus yang mulai dibangun sejak dekade 1960-an itu lahir atas prakarsa aktivis kampus ITB, dewan mahasiswa dan beberapa staf pengajar, di antaranya T.M. Soelaiman, Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim, Ahmad Noe’man, Ahmad Sadali, Adjat Sudrajat, dan beberapa nama lainnya. Mereka tidak kehabisan akal kendati Rektor ITB pada waktu itu tidak mengizinkan pembangunan masjid di lingkungan kampus. T.M. Soelaiman, Ahmad Noe’man, dan dua orang kawannya berinisiatif datang ke Istana Negara untuk meminta persetujuan Presiden Soekarno. Mereka juga mengundang Jenderal Abdul Haris Nasution dan Alamsjah Ratu Perwiranegara shalat Jumat di aula ITB dalam rangka menggalang dukungan untuk pembangunan masjid.

Jika diperhatikan arsitekturnya, Masjid Salman ITB menampilkan karakter yang unik dan beda dibanding masjid lainnya. Nama Masjid Salman merupakan pemberian Presiden Soekarno, terilhami nama sahabat Rasulullah SAW dari Persia, Salman Al-Farisi, perancang parit ketika Perang Khandaq. Adapun rancangan gambar Masjid Salman dibuat oleh Ir. Ahmad Noe’man. Gambar arsitek itu ditanda-tangani oleh Bung Karno. Pada saat diskusi dengan Presiden Soekarno di Istana Negara, mengapa tidak pakai kubah? Ahmad Noe’man menjawab dengan logika Soekarno bahwa dalam Islam yang penting adalah ”api-nya”. Masjid sah-sah saja tidak berkubah. Soekarno setuju, sehingga dimulailah pembangunan Masjid Salman ITB.

Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan perguruan tinggi negeri pertama di Indonesia yang memiliki masjid, disusul kemudian Masjid Arief Rahman Hakim Kampus UI Salemba Jakarta. Kini hampir semua perguruan tinggi negeri dan swasta telah punya masjid kampus atau minimal mushalla.

Masjid Salman ITB telah berjasa membina dan melahirkan para teknokrat muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta membentuk kader-kader pejuang umat yang tangguh. Selain tempat shalat berjamaah dan shalat tarawih bulan Ramadhan, di Masjid Salman ITB digelar kajian Islam, Latihan Mujahid Dakwah oleh Bang “Imad (Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim) yang paling diminati mahasiswa di masa itu, dan kegiatan lainnya. Sesuai harapan para pendirinya Masjid Salman ITB adalah untuk melahirkan sebanyak mungkin sarjana yang beriman kuat.

Masjid kampus bersejarah itu pertama kali digunakan untuk shalat Jumat pada tanggal 5 Mei 1972, sebelumnya dibuka secara resmi oleh Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Doddy A. Tisna Amidjaja. Khatib Jumat pertama dalam sejarah Masjid Salman ITB adalah Prof. T.M. Soelaiman. Imam, Abdul Latif Aziz dan Muazzin, Endang Saifuddin Anshari. Kepindahan kegiatan utama perkuliahan ITB ke Jatinangor diharapkan tidak membawa kemunduran yang signifikan terhadap kegiatan dakwah dan cahaya Masjid Salman ITB yang bersejarah itu.

Masjid Salman ITB tak dapat dipisahkan dari sosok arsitek handal Ahmad Noe’man. Dialah yang merancang bangunan masjid itu. Penulis pertama kali bertemu dengan Bapak Ahmad Noe’man juga di Masjid Salman ITB sehabis shalat Jumat. Kegiatan keislaman di masjid berlantai kayu yang kokoh dengan menaranya, tanpa kubah dan tanpa tiang penyangga atau soko guru itu menjadi “magnet” bagi anak muda, baik mahasiswa yang menuntut ilmu di ITB maupun dari luar kampus ITB yang hatinya dekat dengan masjid dan tertarik dengan kegiatan dakwah kampus.

Dari ciri arsitekturnya Masjid Salman ITB tergolong unik karena tanpa kubah dan tak ada tiang penyangga. Ini yang pertama di tanah air. Saat Ahmad Noe’man merancangnya, sempat mengundang silang pendapat karena mengubah pola dan tradisi bangunan masjid yang selalu pakai kubah. Di sisi lain ditonjolkan garis-garis vertikal pada bangunannya yang menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan, dan garis-garis horizontal yang dimaknai sebagai hubungan antara manusia dengan sesamanya. Begitulah filosofi yang ada dalam fikiran Ahmad Noe’man ketika membikin gambarnya. Salah satu prinsip Ahmad Noe’man ialah ijtihad, yakni melakukan terobosan berdasarkan ilmu sesuai perintah Al Quran dan meninggalkan taklid. Ia merombak tradisi tua arsitektur masjid di Indonesia dan beberapa negara lain yang umumnya pakai kubah.

Ahmad Noe’man, arsitek dan salah seorang pendiri Masjid Masjid Salman ITB diakui sebagai maestro dan inspirator pembangunan masjid modern. Karya-karya arsiteknya telah masuk dalam buku rancangan masjid-masjid di seluruh dunia. Dalam ide beliau, bangunan masjid tidak kehilangan nilai estetika atau keindahannya meski tanpa kubah. Menurutnya, kubah itu berat karena harus ditopang tiang penyangga. Kubah masjid bukan sebuah keharusan. Tiang penyangga di dalam masjid juga menghalangi barisan shaf shalat, sedangkan shaf seharusnya tidak boleh terputus. Karena itu, sebagian masjid yang dirancang Ahmad Noe’man tidak memakai kubah dan tanpa tiang penyangga.

Tokoh muslim yang santun dan rendah hati itu berpulang keharibaan Allah SWT pada hari Senin 4 April 2016 di Bandung dalam usia 90 tahun. Dilahirkan di Garut Jawa Barat 10 Oktober 1925. Ayahnya H. Muhammad Noe’man seorang saudagar dan pelopor organisasi Muhammadiyah di Garut. Ahmad Noe’mam dibesarkan di lingkungan keluarga Muhammadiyah yang mencintai ilmu dan amal untuk kemajuan agama dan dunia.

Semasa hidupnya salah satu pendiri Ikatan Arsitek Indonesia itu menjadi dosen luar biasa Interior Seni Rupa ITB, di samping profesi sebagai arsitek. Bangunan masjid hasil rancangan Ahmad Noe’man memberi makna bagi perkembangan dunia arsitek pada umumnya dan arsitektur masjid di nusantara khususnya. Karya Ahmad Noe’man bukan hanya dinikmati oleh umat Islam di dalam negeri, tapi mengharumkan nama bangsa Indonesia di manca negara. Karya beliau dikagumi di lintas benua.

Selain Masjid Salman ITB, arsitektur masjid karya monumental Ahmad Noe’man, antara lain: Masjid Istiqlal Indonesia di Sarajevo Bosnia (Masjid Muhammad Soeharto), Masjid Agung At-Tin Jakarta, Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki Jakarta (kini sudah dirobohkan), Masjid Al-Markaz Al-Islami M.Jusuf di Makassar, Masjid Islamic Center Jakarta, Masjid Agung Al-Akbar Surabaya, Masjid Lambung Mangkurat Banjarmasin, Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan, Masjid di Amterdam Belanda, Masjid Asy-Syifa Fakultas Kedokteran Unpad Bandung, Masjid PT. Pupuk Kujang, dan lain-lain. Anggota Persatuan Insinyur Indonesia ini juga merancang renovasi mimbar Masjid Al-Aqsha di Palestina tahun 1993. Ia sendiri tak pernah menghitung masjid besar maupun kecil hasil karyanya sehingga dijuluki “Arsitek Seribu Masjid”. Sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan pelopor HMI Cabang Bandung, Ahmad Noe’man konon ikut merancang logo HMI.

Melahirkan karya arsitektur, bagi beliau bukan sekadar berfikir bagaimana menghasilkan sebuah karya rancangan agar terbangun. Tapi lebih jauh memikirkan bagaimana berkarya yang diniatkan untuk Allah, tanpa harus mengesampingkan kebutuhan dan keinginan klien.

Ahmad Noe’man memegang prinsip akidah Islam dalam menjalankan profesi arsiteknya. Ketika ada sebuah masjid yang hendak dibangun dengan menanam kepala kerbau, ia memilih mundur walaupun masjid itu dibangun oleh pejabat negara. Ia berupaya mengejawantahkan nilai-nilai islami dalam setiap rancangan bangunan yang dibuatnya, apalagi pembangunan rumah Allah yaitu masjid. Selain menggambar bangunan, Ahmad Noe’man memiliki hobi melukis kaligrafi dan senang mendengarkan suara mengaji Al Quran. Penghargaan sebagai penulis Khat Kufi dari Istambul Turki diperolehnya beberapa tahun lampau.

       Dalam perjalanan hidupnya lulusan SMA Muhammadiyah Yogyakarta itu menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung). Sempat direkrut menjadi perwira TNI dengan pangkat Letnan Dua dalam tugas membela negara pasca proklamasi kemerdekaan. Ia mengundurkan diri sebagai tentara karena ingin kembali ke kampus menuntut ilmu di ITB pada jurusan Teknik Arsitek.

Beliau dipercaya menjadi salah satu Ketua/Pembina Yayasan Universitas Islam Bandung (Unisba). Dalam suatu kesempatan Ahmad Noe’man mengutarakan, jangan terjadi pemborosan dalam membangun masjid. Ia kurang setuju masjid yang terlalu mewah. Menurutnya, akan lebih bermanfaat jika uang untuk itu disalurkan buat keperluan lain yang bermanfaat bagi umat. Baginya, setiap masjid yang dibuat gambar arsiteknya, masjid besar ataupun kecil, yang penting semoga bisa mengalirkan manfaat bagi umat.

Pria yang dikaruniai 4 orang anak dari pernikahannya dengan Hj. Kurniasih itu menekuni profesi arsitek dengan lurus, bersih, dan profesional. Ia tidak memanfaatkan keahlian dan nama besarnya untuk memperkaya diri sendiri atau mengejar kedudukan dan jabatan. Suatu hal yang mengesankan dari almarhum, perusahaan jasa konsultan arsitek yang didirikannya tidak tertarik ikut-ikut tender proyek pemerintah. Persaingan tidak sehat, apalagi menutup rezeki orang, sangat dihindarinya, “Kami ingin agar pekerjaan kami lebih berkah” ujarnya dalam sebuah wawancara media.

Tokoh berintegritas dan memiliki jiwa dakwah itu adalah sosok panutan yang langka. Sepanjang hidupnya ia memberi kontribusi terhadap dakwah dan kerja mengharumkan Islam. Salah satu buku yang disusunnya sebagai akademisi dan sekaligus praktisi berjudul The Mosque as A Community Development Centre.

Ahmad Noe’man memperoleh penghargaan Satyalencana Kebudayaaan dari Pemerintah. Arsitek kenamaan itu telah pergi, tetapi amal dan karyanya takkan hilang selamanya. Menurut hemat penulis, Ahmad Noe’man layak memperoleh Bintang Mahaputra dari negara. Adalah kewajiban pemerintah menganugerahkan tanda jasa yang layak kepada putra terbaik bangsa yang telah memberikan darma-bakti dan karya luar biasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sepanjang hidupnya beliau telah menaburkan idealisme dan kepeloporan yang menjadi teladan bagi anak-anak bangsa untuk berkarya. Keteladanan yang ditinggalkan Ahmad Noe’man diharapkan menginspirasi generasi muda di tengah resesi moral leadership dan gejala pudarnya harga diri bangsa belakangan ini. Seperti dituturkan putranya Ir. Fauzan Noe’man yang mengikuti jejak ayahandanya sebagai arsitek, almarhum berpesan kepada anak-anaknya agar menjadi Muslim yang utuh.

Saya mengutip kalimat doa almarhum yang diucapkan dalam Khutbah Iedul Fitri 1410 H – 1990 M di Institut Teknologi Bandung, “Jadikanlah para pemimpin, dosen, karyawan dan mahasiswanya menjadi manusia-manusia yang makin dekat pada-Mu lewat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang mereka pelajari. Jadikanlah mereka ulil albab, seperti yang Engkau sendiri sebut di dalam Al Quran itu. Sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang mampu mensyukuri nikmat dan anugerah yang Engkau berikan.”

Dalam khutbah Ied tahun 1990 yang berjudul “Menata Masa Depan”, Ahmad Noe’man berpesan agar umat Islam memiliki optimisme di abad yang penuh tantangan ini. Pesan beliau, “Sebagai kaum Muslimin, kita memang meyakini bahwa apa dan bagaimana pun yang akan terjadi pada masa depan, pada akhirnya yang akan jadi penentunya adalah Allah SWT. Akan tetapi orientasi pandangan masa depan kita, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Al Quran: wa lal aakhiratu khairul laka mina uulaa, jadikan masa depanmu lebih baik dari kehidupanmu kini, membuat kita, tidak bisa tidak, harus mampu mengantisipasi berbagai hal dan kecenderungan masa datang.”




2.      Konservasi Mbaru Niang (Rumah Adat Suku Wae Rebo) Karya Yori Antar

Jika arsitek Indonesia sebelumnya terkenal akan karya bangunan modern, Yori Antar putra dari tokoh arsitektur Indonesia, Han Awal, justru tengah dikagumi akan proyek-proyek konservasi arsitektur vernakural Indonesia yang ia jalani.

Salah satu proyek arsitek Indonesia satu ini yang terkenal dan dikagumi adalah konservasi “Mbaru Niang”. Selain itu, ia juga aktif mengembangkan berbagai rumah adat dan arsitektur tradisional Indonesia lainnya yang sudah terancam punah jika tak dilestarikan.

Mbaru Niang adalah rumah adat dari wilayah Pulau Flores, Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang dinilai sangat langka karena hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan. Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.

Pembangunan kembali rumah adat di Desa Wae Rebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, tidak lepas dari peran seorang arsitek bernama Yori Antar. Bersama teman-teman yang tergabung dalam Yayasan Rumah Asuh, niatnya untuk memperbaiki sejumlah rumah penduduk membuahkan hasil positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat setempat. Rumah adat ini disebut mbaru niang. Ada tujuh rumah yang terdapat di Wae Rebo dan semuanya dalam kondisi rusak karena dimakan usia. Berlatar belakang sebagai arsitek berpengalaman, Yori Antar datang ke sana untuk memperbaiki kerusakan rumah-rumah itu sekaligus melestarikannya sebagai rumah adat peninggalan nenek moyang. Rencana perbaikan dan pembangunan kembali mbaru niang mendapat respons positif dari masyarakat setempat. Mereka bergotong royong membangun satu per satu, hingga tujuh rumah selesai dikerjakan dengan bentuk dan ciri khas sesuai aslinya. Saat Yori dan teman-teman datang tahun 2008 rumahnya tinggal empat, dua kondisinya rusak. Satu-satu dibangun sampai lengkap ditambah tiga rumah baru dengan bentuk rumah asli, tapi bangunan modern. Setelah selesai dibangun, rumah itu tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga tempat pemberdayaan masyarakat, yang disebut sebagai rumah belajar. Penduduk setempat diajari berbagai keterampilan, antara lain tentang pariwisata, bahasa, dan kuliner. Dengan mendapatkan keterampilan baru, diharapkan mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan desanya sebagai desa wisata yang siap menerima kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara.

Sekarang Wae Rebo sudah jadi desa wisata. Itu yang namanya konsep desa wisata, bukan wisata desa yang diciptakan tapi pemegang sahamnya developer atau pengusaha. Maksudnya, Yori ingin penduduk lokal mempunyai keterampilan dan kemampuan mengelola sumber daya alam dan manusia di sana untuk menghasilkan sesuatu yang menarik dan berguna, baik berupa barang maupun jasa. Nantinya, hal itu bisa jadi sumber pemasukan dan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Selain itu, mereka pun tetap menjaga kelestarian budaya yang sudah turun-temurun. Jadi melestarikan Wae Rebo sebagai living culture, tidak hanya arsitektur, tapi kearifan lokalnya.



3.      Rancangan Permukiman di Tepi Kali Code, Yogyakarta Karya R.D. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya

R.D. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Dipl.Ing. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa). Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah.

Dalam bidang arsitektur, ia juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur pada tahun 1992, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan permukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik. Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia. Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.

Tak kalah menarik, perkampungan di bantaran Kali Code Yogyakarta juga diubah menjadi kawasan wisata Code. Kampung ini terletak di bawah jembatan Gondolayu. Dahulu, Code adalah pemukiman kumuh yang tak terurus. Banjir adalah kekhawatiran terbesar bagi warganya ketika musim penghujan tiba. Kampung ini disulap menjadi pemukiman layak huni yang rapi dan bersih. Dinding- dinding rumah dicat warna-warni yang mengingatkan pada kota penuh warna di Rio de Janeiro, Brazil. Ragam warna ini mewakili simbol keberagamanan warga yang tetap dapat saling berdampingan dengan rukun dan damai.

Pertama, ia berjasa dalam mengubah mentalitas membuang sampah sembarangan masyarakat bantaran Kali Code. Dalam mengubah sikap seseorang atau sekelompok orang, tentunya hal yang paling mendasar untuk dilakukan adalah dengan mengubah mentalitas. Hal ini disadari betul oleh Romo Mangun. Namun baginya bicara saja tak cukup, sehingga memberikan teladan kepada masyarakat Code adalah cara yang tepat. Romo Mangun mau tinggal dan membaur dengan anggota masyarakat Kali Code selama 6 tahun masa pendampingannya. Ia mengamati dan memahami perilaku masyarakat Kali Code, kemudian memberi teladan lewat lisan dan tindakan bagaimana merawat lingkungan.

Kedua, inisiasi perbaikan tata pemukiman dan lingkungan bantaran Kali Code ia tempuh, sehingga hasilnya kawasan itu menjadi bersih dan tertata. Keterlibatan Romo Mangun dalam revitalisasi Kawasan Code sangatlah vital. Sebagai seseorang yang pernah belajar arsitektur di ITB dan merupakan lulusan Rheinisch-Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, Ia menyumbangkan daya kreatifitasnya dalam merancang konsep hunian,desain rumah, dan tata pemukiman yang dianggap layak dan menonjolkan aspek sosial-budaya. Material bahan bangunan yang akrab dengan rakyat, seperti bambu sebagai tiang, gedeg (anyaman bambu) sebagai tembok, serta seng sebagai atap dipilih untuk mengisi bangunan.

Ketiga, bersama dengan dua orang temannya, Romo Mangun merupakan pendiri Yayasan Pondok Rakyat (YPR) di Kawasan Code. YPR merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam bidang lingkungan dan pendidikan kritis melalui pendekatan sosio-kultural. Organisasi ini menjadi semacam jembatan bagi sekelompok orang dengan latar belakang profesi yang berbeda, mulai dari arsitek, agamawan, intelektual, penulis, dan seniman untuk mengaktualisasikan ilmunya dalam pemberdayaan masyarakat bawah.

Dalam perkembangannya, kegiatan YPR meliputi program pemberdayaan komunitas melalui aktivitas belajar alternatif dalam sanggar kampung, mengembangkan media komunitas dalam bentuk buletin kampung, dan pengembangan ruang publik yang disebut dengan nama Kampung Permagangan; kegiatan riset dan advokasi komunitas perkotaan; serta pengembangan database informasi tentang kampung kota melalui dokumentasi dan perpustakaan kota. Sejak tahun 2003, YPR telah bekerja sama dengan 6 kampung kota dalam pemberdayaan komunitas dan penataan lingkungan kampung kota.

Romo Mangun telah menjadi pahlawan bagi masyarakat Kali Code, Yogyakarta yang berhasil membantu mereka mengubah lingkungannya menjadi lebih bersih dan tertata, serta yang tak kalah penting adalah perannya dalam membuat masyarakat kecil Kali Code lebih berdaya secara sosio-kultural. Hal ini pun dapat dijadikan inspirasi untuk kita semua, terutama pemerintah dan elemen masyarakat terdidik untuk bekerja dalam memberdayakan rakyat kecil agar lebih bisa mandiri dalam upaya mengubah nasibnya. Inilah inti dari pembangunan dengan membangun manusia itu sendiri.

Slamet menceritakan, dia masih kecil ketika pertama kali tinggal di bantaran Kali Code. Saat itu dia ingat hanya ada enam rumah di sepanjang bantaran kali yang membelah Yogyakarta itu.
Pertama kali di sini itu hanya ada enam rumah, kalau boleh disebut rumah, sebab hanya bermaterialkan triplek dan kardus. Salah satunya rumah orang tua Slamet.

Kondisi rumah di bantaran Kali Code hanya seadanya, sampai akhirnya pada tahun 1983 Romo Mangun datang ke Code dan menggagas pembangunan rumah di bantaran.

Tahun 83-an Romo masuk ke sini, dan mulai membuat dua rumah besar dengan sekat-sekat dan satu tempat pertemuan.

Dari rumah yang tidak tertata, Romo Mangun menyulapnya menjadi rumah yang terbuat gedek (anyaman bambu) dengan sekat bilik untuk tempat tinggal masing-masing keluarga.

Satu rumah itu ada beberapa pintu sesuai sekatnya, ada sekitar 20-an sekat lebih.

Untuk memperindah supaya tidak terlihat kumuh, rumah gedek tersebut digambari dengan mural-mural berwarna. Selain membangun rumah, Romo Mangun juga menggerakkan komunitas-komunitas untuk memberikan pendidikan di Kali Code.

Dulu yang pertama kali sekolah formal hanya ada 4 orang di sini, salah satunya Slamet, yang lain tidak punya pendidikan, lalu di sini dibuat kelompok belajar untuk anak-anak.

Meski kini Romo Mangun sudah tidak ada, warga di Kali Code tetap ingat sosok penerima Ramon Magsaysay Award pada 1996 itu. Perjuangan Romo Mangun membangun rumah untuk warga Code diceritakan terus menerus.

Meski sudah banyak warga pendatang baru, mereka tetap tahu bagaimana Romo Mangun memulai karyanya di Code.

Sekarang sudah banyak pendatang, generasi juga sudah berganti, meskipun tidak pernah bertemu Romo, warga sini tetap tahu sosok Romo Mangun.


4.      Menara Phinisi UNM Karya Yu Sing

Yu Sing adalah arsitek Indonesia asal kota Bandung yang terkenal akan kemampuannya bermain dengan material-material daur ulang yang berani dan juga konsep bangunan dan rumah ramah lingkungan.

Salah satu karya megah dan terbaik dari arsitek Indonesia satu ini adalah Menara Phinisi UNM. Melalui karya Yu Sing satu ini, kamu bisa melihat gaya kontemporer yang memang selalu identik dengan rancangan-rancangan yang ia buat.


Karya ini merupakan pemenang pertama sayembara Gedung Pusat Pelayanan Akademik Universitas Negeri Makassar. Ini merupakan karya mereka yang pertama untuk gedung tinggi (17 lantai). Tim desain: Yu sing, Benyamin k narkan, Eguh murthi pramono, Iwan gunawan.

KONSEP DESAIN
Tim Yu Sing percaya bahwa:

1. Indonesia memiliki kekayaan budaya yang agung, besar, luas, dalam, megah, dan Makassar adalah salah satunya.
2. Nilai-nilai filosofi, budaya, dan arsitektur tradisional merupakan potensi yang besar sebagai sumber inspirasi yang tidak pernah lapuk oleh zaman.
3. Adaptasi potensi dan kebijakan lokal tersebut terhadap konteks masa kini merupakan langkah penting untuk memelihara dan sekaligus mengembangkan kekayaan budaya daerah.
4. Penggalian rangkaian adaptasi kekayaan nilai-nilai tersebut sebagai sumber inspirasi desain arsitektur akan menghasilkan arsitektur kelas dunia tanpa kehilangan identitas dan konteks lokal.

Konsep dasar : Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM didesain sebagai ikon baru bagi UNM, kota Makassar, dan sekaligus Sulawesi Selatan. Eksplorasi desain GPPA UNM mengutamakan pada pendalaman kearifan lokal sebagai sumber inspirasi, yaitu makna Logo UNM, Rumah Tradisional Makassar, falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan (Sulapa Eppa / empat persegi), dan maha karya Perahu Pinisi sebagai simbol kejayaan, kebanggaan, dan keagungan. Serangkaian eksekusi bentuk dan detail-detail solusi desain yang bersumber pada kearifan lokal, dipercaya mampu membentuk lingkungan kampus masa kini yang berkelas internasional.

GPPA UNM sebagai IKON BARU yang merupakan gedung tinggi pertama di Indonesia dengan sistem fasade Hiperbolic Paraboloid, merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangunan Pusat Pelayanan Akademik UNM merupakan perwujudan dari serangkaian makna, fungsi, dan aplikasi teknologi yang ditransformasikan ke dalam sosok arsitektur. Kekayaan makna tersebut akan meningkatkan nilai arsitektur GPPA UNM menjadi lebih dari sekedar sosok estetis, tetapi juga memiliki keagungan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM
Seperti pada Rumah Tradisional Makassar yang terdiri dari 3 bagian (kolong/awa bola, badan/lotang, dan kepala/rakkeang) dan dipengaruhi struktur kosmos (alam bawah, alam tengah, dan alam atas), GPPA UNM juga teriri dari 3 bagian:

Bagian bawah berupa kolong/panggung.
Bagian kolong ini posisinya terletak 2 meter di atas jalan agar bangunan terlihat lebih megah dari lingkungan sekitarnya. Lantai kolong ini didesain menyatu dengan lansekap yang didesain miring sampai ke pedestrian keliling lahan.

Bagian badan berupa podium.
Podium terdiri dari 3 lantai, simbol dari 3 bagian badan pada Rumah Tradisional Makassar (bagian depan/lotang risaliweng, ruang tengah/Lotang ritenggah, dan ruang belakang/Lontang rilaleng). Bagian podium ini juga bermakna ganda sebagai simbol dari tanah dan air.

Bagian kepala berupa menara.
Menara terdiri dari 12 lantai yang merupakan metafora dari layar perahu Pinisi dan juga bermakna ganda sebagai simbol dari angin dan api.

KAKI
Bangunan kaki terdiri dari 2 bagian yaitu bagian landasan dan kolong. Bagian landasan merupakan 1 lantai semi besmen yang berfungsi sebagai area parkir dan servis. Bagian landasan ini didesain seolah-olah terletak di bawah lansekap yang ditinggikan sampai 2 meter, membentuk pagar alami sekeliling lahan. Seluruh lahan di sekeliling bangunan difungsikan sebagai hutan universitas. Di depan landasan bagian Barat terdapat danau buatan yang cukup luas berbentuk segitiga dengan kolam-kolam yang berundak mengalir ke arah kolam. Danau buatan ini berfungsi sebagai kolam penyaringan alami dari air hujan dan air kotor bekas pakai yang akan digunakan kembali sebagai sumber air bersih untuk penyiraman toilet dan taman.

Bagian kolong merupakan ruang terbuka di bawah podium sebagai ruang sosialisasi bersama. Ketinggiannya 1,5 kali ketinggian lantai lainnya untuk memberikan kesan luas dan lega. Di lantai ini terdapat fungsi kantin kampus yang sifatnya semi terbuka. Bagian landasan yang menghadap ke arah kampus eksisting didesain sebagai amphitheater dengan tangga-tangga sebagai tempak duduk di sepanjang sisi Timur bangunan.

BADAN
Bangunan Podium memiliki denah yang berbentuk trapesium dengan sisi miringnya menghadap ke jalan utama pada sisi Barat. Bangunan yang miring merupakan respon terhadap sudut lahan dan juga sebagai strategi untuk memperpanjang fasad bangunan serta sebagai kontrol visual dari luar bangunan. Orang di luar lahan akan selalu melihat bangunan secara perspektif untuk meningkatkan kualitas visual ruang kota. Dalam proses desain, bangunan podium dibelah menjadi 4 bagian sesuai dengan simbol falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan yang terdiri dari empat persegi (makna 4 unsur/kesadaran manusia akan diberikan metafora ke dalam bagian bangunan yang lainnya).

Bangunan terbelah menjadi 4 bagian (yang terinspirasi dari deretan perahu pinisi di pinggir pantai) menciptakan lorong angin dan jalur masuk bagi cahaya matahari ke dalam seluruh ruang-ruang dalam podium. Tepat di tengah sumbu axis bagian belakang bangunan menara, terdapat void kosong berbentuk elips yang memotong bangunan podium. Di bagian paling bawah void berfungsi sebagai kolam air mancur yang selalu bergemericik dengan ramp yang mengelilingi void. Void kosong di bagian tengah merupakan metafora dari lingkaran berwarna terang di pusat logo UNM, yang dijelaskan sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Di puncaknya terdapat exhaust turbine untuk mengalirkan uap kolam sebagai elemen pendinginan suhu bangunan, merupakan yang metafora 3 layar segitiga yang menghadap ke arah void.

Bangunan podium juga merupakan metafora dari unsur tanah dan air. Dinding bangunan podium berupa kaca reflektor sinar matahari yang berwarna kecoklatan seperti warna tanah, dengan sirip-sirip penahan matahari yang terbuat dari stainless steel yang memantulkan cahaya seperti air. Sirip-sirip ini juga didesain sebagai bagian dari façade bangunan dengan pola ombak.

KEPALA
Bangunan menara memiliki denah berbentuk trapesium simetris, dengan façade pada kedua sisi miringnya (sisi Utara dan Selatan) menggunakan sistem struktur HIPERBOLIC PARABOLOID. Façade menara mengalami rotasi secara ritmik membentuk ekspresi bangunan yang dinamis. Dengan menggunakan sistem hiperbolic paraboloid tersebut, façade menara merupakan metafora dari layar utama perahu pinisi. Kanopi-kanopi horisontal pada façade sisi Utara dan Selatan ini dapat juga berfungsi sebagai photovoltaic untuk merubah energi matahari menjadi energi listrik. Pada façade sisi Barat dan Timur menara terdapat dinding ornamen 3 dimensi yang terbentuk dari rangkaian bidang-bidang segitiga, sebagai penahan matahari.

Bentuk bangunan menara menjadi semakin atraktif karena memiliki bentuk visual yang berlainan bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Pada puncak menara terdapat rangkaian pipa yang berirama yang dapat difungsikan juga sebagai menara telekomunikasi. Bangunan menara juga merupakan metafora dari unsur angin dan api. Façade layar mewakili unsur angin, sedangkan puncak menara merupakan penyederhanaan dari bentuk lidah api.

HEMAT ENERGI
Panggung, lorong angin, kolam, danau buatan, taman atap (di atas podium), hutan universitas dan ventilasi silang bangunan merupakan serangkaian sistem yang bekerja untuk mendinginkan suhu di sekitar bangunan, serta memberikan kesejukan dan ketenangan.

Danau buatan berfungsi sebagai sistem penyaringan air kotor dan air hujan untuk digunakan kembali.
Bangunan yang terbelah-belah memungkinkan cahaya alami dapat menerangi semua ruang dalam.
Sirip-sirip secondary skin dan kaca reflektor matahari mengurangi radiasi panas matahari langsung.

Kanopi-kanopi photovoltaic (pada façade samping menara) dan kincir angin vertikal (pada taman atap podium) sebagai sumber energi listrik berkelanjutan. Saat ini sudah ada teknologi photovoltaic yang dapat langsung digunakan sebagai energi pendingin ruangan / AC tanpa melalui konversi menjadi energi listrik. Dengan demikian tidak akan ada energi yang terbuang di dalam proses konversi energi.

RAMAH LINGKUNGAN
Lansekap GPPA UNM didesain seoptimal mungkin untuk mendukung proses belajar dan sosialisasi antar penghuni kampus yang nyaman. Seluruh lahan di sekeliling bangunan dimanfaatkan sebagai lansekap yang menjadi bagian dari bangunan dan meningkatkan kualitas ruang di dalam kompleks kampus UNM.

Berbagai elemen lansekap yang utama adalah:
Hutan kampus di sekeliling bangunan GPPA UNM.
Hutan kampus dengan berbagai jenis pohon peneduh antara lain berfungsi sebagai:
- penyaring debu dan kebisingan suara dari jalan dan lingkungan sekitar.
- sumber penghasil Oksigen dan penyerap polutan.
- pembentuk ekosistem baru bagi berbagai burung, kupu-kupu, atau serangga lainnya.
- pagar pembatas alami antara jalan / orang luar dengan bangunan / penghuni kampus.
Pemisahan antara jalur kendaraan dengan jalur pejalan kaki.
Parkir dan drop off kendaraan diletakkan pada lantai semi besmen, jalan penghubung antara kampus eksisting dengan GPPA UNM dialihfungsikan menjadi jalur pedestrian dengan pohon-pohon peneduh di kiri-kanannya.
Danau buatan dan kolam elips.
Danau buatan dan kolam elips di antara bangunan yang menimbulkan suara gemericik air sebagai elemen meditatif.
Ruang terbuka bersama.
Ruang di bawah podium sebagai ruang terbuka bersama yang dilengkapi dengan kantin kampus, berbagai tempat duduk-duduk, tempat belajar, dan fasilitas hot spot.
Teater terbuka.
Amphitheatre sebagai penghubung antara ruang terbuka bersama dengan kampus eksisting. Amphitheatre ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk melakukan berbagai pertunjukkan seni dan budaya atau acara informal lainnya.
Taman atap.
Taman di atas atap podium sebagai ruang meditasi dan sumber inspirasi, yang juga turut membantu mengurangi dampak pemanasan global dengan mengembalikannya sebagai ruang hijau.

5.      Museum Tsunami Aceh Karya Ridwan Kamil

Museum Tsunami adalah salah satu karya arsitek Indonesia terbaik selanjutnya. Digagas sebagai monumen simbolis bencana Tsunami pada 2004, bangunan megah karya arsitek Indonesia, Ridwan Kamil ini kaya akan unsur filosofi yang dalam dan merepresentasi keadaan, situasi, dan rasa saat bencana Tsunami terjadi.

Selain museum Tsunami, karya Ridwan Kamil lainnya yang tak kalah populer adalah Rumah Botol, Masjid Merapi, dan juga Masjid Al-Irsyad.

Museum Tsunami Aceh (bahasa Inggris: Aceh Tsunami Museum) adalah sebuah museum di Banda Aceh yang dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan bencana dan tempat perlindungan darurat andai tsunami terjadi lagi.

Desain
Museum Tsunami di Banda Aceh yang dirancang oleh arsitek asal Bandung, Jawa Barat, Ridwan Kamil ini merupakan desain yang memenangkan sayembara tingkat internasional yang diselenggarakan pada 2007 dalam rangka memperingati musibah tsunami 2004. Bangunan tersebut berkonsep rumoh Aceh dan on escape hill dan sebagai referensi utamanya adalah nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan abstraksi tsunami.

Museum ini merupakan sebuah struktur empat lantai dengan luas 2.500 m² yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris. Di dalamnya, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi — untuk menciptakan kembali suasana dan kepanikan saat tsunami. Dinding museum dihiasi gambar orang-orang menari Saman, sebuah makna simbolis terhadap kekuatan, disiplin, dan kepercayaan religius suku Aceh. Dari atas, atapnya membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan tsunami.

Bangunan ini memperingati para korban, yang namanya dicantumkan di dinding salah satu ruang terdalam museum, dan warga masyarakat yang selamat dari bencana ini.

Selain perannya sebagai tugu peringatan bagi korban tewas, museum ini juga berguna sebagai tempat perlindungan dari bencana semacam ini pada masa depan, termasuk "bukit pengungsian" bagi pengunjung jika tsunami terjadi lagi.

Koleksi
Pameran di museum ini meliputi simulasi elektronik gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, serta foto korban dan kisah yang disampaikan korban selamat.



B.     Karya – Karya Arsitek Luar Negeri
1.      Masjid Süleymaniye Karya Mimar Sinan
Masjid Süleymaniye (Turki: Süleymaniye Camii, pengucapan Turki: [sylejˈmaːnije]) adalah masjid kekaisaran Ottoman yang terletak di Bukit Ketiga Istanbul, Turki. Masjid ini ditugaskan oleh Suleiman the Magnificent dan dirancang oleh arsitek kekaisaran Mimar Sinan. Sebuah prasasti menetapkan tanggal pendirian sebagai 1550 dan tanggal pelantikan sebagai 1557. Ini adalah masjid terbesar kedua di kota itu, masjid era Ottoman terbesar di kota, dan salah satu pemandangan paling terkenal di Istanbul.

Sejarah
Elevasi dan rencana diterbitkan oleh Cornelius Gurlitt pada tahun 1912
Masjid Süleymaniye, dibangun atas perintah Sultan Suleyman (Suleyman Agung), dan dirancang oleh arsitek kekaisaran Mimar Sinan.Prasasti yayasan Arab di atas portal utara masjid diukir dalam naskah thuluth pada tiga panel marmer. Ini memberikan tanggal dasar 1550 dan tanggal pelantikan 1557. Pada kenyataannya perencanaan masjid dimulai sebelum 1550 dan bagian dari kompleks tidak selesai sampai setelah 1557. 

Desain Süleymaniye juga memainkan representasi sadar diri Suleyman tentang dirinya sebagai 'Solomon kedua.' Ini referensi Kubah Batu, yang dibangun di situs Kuil Salomo, serta membanggakan Justinianus pada penyelesaian Hagia Sophia: "Salomo, aku telah melampaui kamu!" The Süleymaniye, serupa di keindahan struktur sebelumnya, menegaskan pentingnya sejarah Suleyman. Namun strukturnya lebih kecil dari arketipe yang lebih tua, Hagia Sophia.

Süleymaniye rusak dalam kebakaran besar 1660 dan dipulihkan oleh Sultan Mehmed IV.  Bagian dari kubah runtuh selama gempa 1766. Perbaikan selanjutnya merusak apa yang tersisa dari dekorasi asli Sinan (pembersihan baru-baru ini menunjukkan bahwa Sinan pertama-tama bereksperimen dengan biru, sebelum menjadikan merah warna dominan kubah). 

Selama Perang Dunia I halaman digunakan sebagai gudang senjata, dan ketika beberapa amunisi dinyalakan, masjid mengalami kebakaran lagi. Tidak sampai tahun 1956 sepenuhnya dikembalikan lagi.

Pembangunan Jembatan Metro Haliç pada tahun 2013 telah mengubah pandangan masjid dari utara.

Arsitektur
Bagian luar
Fasad utara dengan halaman depan dan air mancur pusat
Seperti masjid-masjid kerajaan lainnya di Istanbul, pintu masuk masjid itu sendiri didahului oleh halaman depan dengan air mancur pusat. Halaman ini memiliki keagungan luar biasa dengan peristyle bertiang dengan kolom marmer, granit, dan porfiri. Fasad barat laut masjid dihiasi dengan lunette jendela ubin Iznik persegi panjang. Masjid adalah bangunan pertama di mana ubin Iznik termasuk tanah liat merah tomat berwarna cerah di bawah glasir. 

Di empat sudut halaman adalah empat menara. Dua menara yang lebih tinggi memiliki tiga galeri (serifes) dan naik ke ketinggian 63,8 m (209 kaki) tanpa tutup kepala dan 76 m (249 kaki) termasuk tutupnya. Empat menara digunakan untuk masjid yang diberkahi oleh seorang sultan (pangeran dan putri dapat membangun dua menara; yang lain hanya satu). Menara memiliki total 10 galeri, yang menurut tradisi menunjukkan bahwa Suleiman I adalah sultan Ottoman ke-10. 

Kubah utama tingginya 53 meter (174 kaki) dan memiliki diameter 26,5 meter (86,9 kaki) yang persis setengah tingginya. Pada saat itu dibangun, kubah adalah yang tertinggi di Kekaisaran Ottoman, jika diukur dari permukaan laut, tetapi masih lebih rendah dari pangkalannya dan diameternya lebih kecil daripada Hagia Sophia.

Pedalaman
Interior memandang ke arah mihrab
Bagian dalam masjid hampir persegi, 59 meter (194 kaki) panjangnya dan 58 meter (190 kaki) lebarnya, membentuk ruang tunggal yang luas. Kubah diapit oleh semi-kubah, dan ke utara dan selatan lengkungan dengan jendela penuh tympana, didukung oleh monolit porfiri besar. Sinan memutuskan untuk membuat inovasi arsitektur radikal untuk menutupi penopang utara-selatan besar yang diperlukan untuk mendukung dermaga pusat ini. Dia memasukkan penopang ke dinding bangunan, dengan setengah memproyeksikan di dalam dan setengah memproyeksikan di luar, dan kemudian menyembunyikan proyeksi dengan membangun galeri bertiang. Ada galeri tunggal di dalam struktur, dan galeri dua lantai di luar.

Dekorasi interior dibatasi dengan jendela kaca patri terbatas pada dinding kiblat. Revetment ubin Iznik hanya digunakan di sekitar mihrab. Ubin persegi panjang berulang memiliki pola bunga seperti stensil di tanah putih. Bunganya sebagian besar berwarna biru dengan pirus, merah dan hitam tetapi hijau tidak digunakan. Di kedua sisi mihrab terdapat lingkaran kaligrafi ubin Iznik besar dengan teks dari surah Al-Fatiha Al-Quran (1: 1-7). Mihrab marmer putih dan mimbar juga sederhana dalam desain, dan kayu dikekang, dengan desain sederhana dalam gading dan ibu dari mutiara.

Mausoleum
Mausoleum Suleiman yang Agung
Di belakang dinding kiblat masjid adalah makam yang terpisah (türbe) dari Sultan Suleiman I dan istrinya Hurrem Sultan (Roxelana). Mausoleum oktagonal Sultan Hurrem bertanggal 1558, tahun kematiannya. Interior 16 sisi dihiasi dengan ubin Iznik. Tujuh jendela persegi panjang diatasi dengan lunette ubin dan panel epigrafi. Di antara jendela ada delapan relung berkerudung seperti mihrab. Langit-langit sekarang dicat putih tetapi mungkin pernah dicat dengan warna-warna cerah. 

Makam oktagonal yang jauh lebih besar dari Suleiman the Magnificent memiliki tanggal 1566, tahun kematiannya, tetapi itu mungkin tidak selesai sampai tahun berikutnya. Mausoleum dikelilingi oleh peristyle dengan atap yang didukung oleh 24 kolom dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke timur daripada ke utara yang biasa. Di bawah serambi di kedua sisi pintu masuk terdapat panel ubin Iznik. Ini adalah ubin paling awal yang dihiasi dengan warna hijau zamrud yang cerah yang akan menjadi fitur umum keramik Iznik. Interior memiliki kubah palsu yang didukung pada delapan kolom di kulit luar. Ada 14 jendela yang dipasang di permukaan tanah dan 24 jendela tambahan dengan kaca patri yang dipasang di tympana di bawah lengkungan. Dinding dan insentifnya ditutupi dengan ubin Iznik polikrom. Di sekitar ruangan di atas jendela ada sekelompok panel ubin yang tidak jelas. Teks ini mengutip ayat Arasy dan dua ayat berikut dari Al-Quran (2: 255-58). Selain makam Suleiman yang Agung, makam merumahkan makam putrinya Mihrimah Sultan dan dua sultan kemudian: Suleiman II (memerintah 1687-1691) dan Ahmed II (memerintah 1691 hingga 1695). 

Kompleks
Seperti masjid kekaisaran lainnya di Istanbul, Masjid Süleymaniye dirancang sebagai külliye, atau kompleks dengan struktur yang berdekatan untuk melayani kebutuhan agama dan budaya. Kompleks asli terdiri dari masjid itu sendiri, sebuah rumah sakit (darüşşifa), sekolah dasar, pemandian umum (hamam), sebuah Caravanserai, empat sekolah Al-Qur'an (medrese), sebuah sekolah khusus untuk pembelajaran hadits, sebuah perguruan tinggi kedokteran, dan dapur umum (imaret) yang menyajikan makanan untuk orang miskin. Banyak dari struktur ini masih ada, dan bekas imaret sekarang menjadi restoran terkenal. Bekas rumah sakit ini sekarang merupakan pabrik percetakan milik Angkatan Darat Turki.

Tepat di luar tembok masjid, di sebelah utara adalah makam arsitek Sinan. Itu benar-benar dipulihkan pada tahun 1922.

2.      Hagia Sophia Karya Isidore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles
Hagia Sophia atau Aya Sofya (dari bahasa Yunani: Ἁγία Σοφία Bizantium Yunani [aˈʝia soˈfia]; bahasa Latin: Sancta Sophia atau Sancta Sapientia; bahasa Arab: آيا صوفيا; "Kebijaksanaan Suci") adalah sebuah bangunan bekas basilika, masjid, dan sekarang museum, di Istanbul, Republik Turki. Dari masa pembangunannya pada tahun 537 M sampai 1453 M, bangunan ini merupakan katedral Ortodoks dan tempat kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel, kecuali pada tahun 1204 sampai 1261, ketika tempat ini diubah oleh Pasukan Salib Keempat menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kekuasaan Kekaisaran Latin Konstantinopel. Bangunan ini menjadi masjid mulai 29 Mei 1453 sampai 1931 pada masa kekuasaan Kesultanan Utsmani. Kemudian bangunan ini disekulerkan dan dibuka sebagai museum pada 1 Februari 1935 oleh Republik Turki.

Terkenal akan kubah besarnya, Hagia Sophia dipandang sebagai lambang arsitektur Bizantium dan dikatakan "telah mengubah sejarah arsitektur." Bangunan ini tetap menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir seribu tahun sampai Katedral Sevilla diselesaikan pada tahun 1520.

Bangunan yang sekarang ini awalnya dibangun sebagai sebuah gereja antara tahun 532-537 atas perintah Kaisar Rowami Timur Yustinianus I dan merupakan Gereja Kebijaksanaan Suci ketiga yang dibangun di tanah yang sama, dua bangunan sebelumnya telah hancur karena kerusuhan. Bangunan ini didesain oleh ahli ukur Yunani, Isidore dari Miletus dan Anthemius dari Tralles.

Gereja ini dipersembahkan kepada Kebijaksanaan Tuhan, sang Logos, pribadi kedua dari Trinitas Suci, pesta peringatannya diadakan setiap 25 Desember untuk memperingati kelahiran dari inkarnasi Logos dalam diri Kristus. Walaupun sesekali disebut sebagai Sancta Sophia (seolah dinamai dari Santa Sophia), sophia sebenarnya pelafalan fonetis Latin dari kata Yunani untuk kebijaksanaan. Nama lengkapnya dalam bahasa Yunani adalah Ναὸς τῆς Ἁγίας τοῦ Θεοῦ Σοφίας, Naos tēs Hagias tou Theou Sophias, "Tempat Peziarahan Kebijaksaan Suci Tuhan".

Pada 1453 M, Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Mehmed II, yang kemudian memerintahkan pengubahan gereja utama Kristen Ortodoks menjadi masjid. Dikenal sebagai Aya Sofya dalam ejaan Turki, bangunan yang berada dalam keadaan rusak ini memberi kesan kuat pada penguasa Utsmani dan memutuskan untuk mengubahnya menjadi masjid. Berbagai lambang Kristen seperti lonceng, gambar, dan mosaik yang menggambarkan Yesus, Maria, orang-orang suci Kristen, dan para malaikat dihilangkan atau ditutup. Berbagai atribut Keislaman seperti mihrab, minbar, dan empat menara, ditambahkan. Aya Sofya tetap bertahan sebagai masjid sampai tahun 1931 M. Kemudian bangunan ini ditutup bagi umum oleh pemerintah Republik Turki dan dibuka kembali sebagai museum empat tahun setelahnya pada 1935. Pada tahun 2014, Aya Sofya menjadi museum kedua di Turki yang paling banyak dikunjungi, menarik hampir 3,3 juta wisatawan per tahun. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata Turki, Aya Sofya merupakan tempat di Turki yang paling menarik perhatian wisatawan pada 2015.

Dari pengubahan awal bangunan ini menjadi masjid sampai pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal dengan Masjid Biru) pada 1616, Aya Sofya merupakan masjid utama di Istanbul. Arsitektur Bizantium pada Aya Sofya mengilhami banyak masjid Utsmani, seperti Masjid Biru, Masjid Şehzade (Masjid Pangeran), Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha, dan Masjid Kılıç Ali Pasha.

Sejarah
Gereja Pertama
Gereja pertama yang dibangun pada tanah tersebut dikenal sebagai Μεγάλη Ἐκκλησία (Megálē Ekklēsíā, "Gereja Agung"), atau dalam bahasa Latin "Magna Ecclesia", dikarenakan ukurannya yang sangat besar bila dibandingkan dengan gereja saat itu di kota Konstantinopel. Gereja ini diresmikan pada 15 Februari 360 pada masa pemerintahan Kaisar Konstantius II oleh Uskup Arian, Eudoxius dari Antiokia, didirikan di sebelah tempat istana kekaisaran dibangun. Gereja Hagia Eirene (secara harfiah bermakna "Kedamaian Suci") di dekatnya telah diselesaikan terlebih dahulu sebelum Gereja Agung selesai. Kedua gereja ini berperan sebagai gereja utama dari Kekaisaran Romawi Timur.

Menulis pada 440, Sokrates dari Konstantinopel mengklaim bahwa gereja ini dibangun oleh Konstantius II, yang mengerjakannya pada tahun 346. Tradisi yang tidak lebih tua dari abad ke-7 melaporkan bahwa bangunan ini dibangun oleh Konstantinus Agung. Zonaras mendamaikan kedua pendapat tersebut, menulis bahwa Konstantius telah memperbaiki bangunan yang telah dikuduskan oleh Eusebius dari Nikomedia ini, setelah keruntuhannya. Karena Eusebius menjadi uskup Konstantinopel pada 339-341, dan Konstantinus meninggal pada 337, tampaknya mungkin saja bahwa gereja pertama ini didirikan oleh Konstantinus. Bangunan ini dibangun sebagai sebuah basilika bertiang Latin tradisional dengan berbagai galeri dan atap kayu, didahului dengan sebuah atrium. Bangunan ini diklaim sebagai salah satu monumen yang paling menonjol di dunia pada saat itu.

Patriark Konstantinopel Yohanes Krisostomus terlibat perselisihan dengan Permaisuri Aelia Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, dan diasingkan pada 20 Juni 404. Pada kerusuhan berikutnya, gereja pertama ini sebagian besar terbakar. Tidak ada yang tersisa dari gereja pertama ini sekarang.

Gereja Kedua
Gereja kedua diresmikan pada 10 Oktober 415 atas perintah Kaisar Theodosius II. Basilika ini memiliki atap kayu dan dibangun oleh arsitek bernama Rufinus. Pada masa Kerusuhan Nika, gereja ini terbakar pada 13–14 Januari 532.

Beberapa balok marmer dari gereja kedua ini selamat sampai sekarang, beberapa di antaranya adalah relief yang menggambarkan dua belas domba yang mewakili dua belas rasul. Awalnya bagian dari salah satu pintu depan monumental, balok-balok itu sekarang berada di lubang penggalian yang berdekatan dengan pintu masuk museum setelah penemuan pada tahun 1935 di bawah halaman sisi barat oleh A. M. Schneider. Penggalian berikutnya tidak dilanjutkan karena takut merusak keutuhan bangunan.

Gereja Ketiga
Pembangunan gereja yang digambarkan dalam naskah kuno Kronik Manasye (abad ke-14)
Pada 23 Februari 532, hanya beberapa pekan setelah hancurnya basilika kedua, Kaisar Yustinianus I memerintahkan pembangunan gereja ketiga dengan rancangan yang lebih luas dan megah dari sebelumnya.

Yustinianus memilih ahli fisika, Isidore dari Miletus dan ahli matematika Anthemius dari Tralles sebagai arsitek. Tetapi Anthemius meninggal pada tahun pertama pembangunan. Pembangunan ini dijelaskan dalam Tentang Bangunan-bangunan (Peri ktismatōn, Latin: De aedificiis) dari sejarawan Bizantium bernama Procopius. Tiang-tiang dan marmer lain didatangkan dari segala penjuru kekaisaran, di seluruh Mediterania. Pendapat bahwa tiang-tiang ini merupakan rampasan dari kota-kota seperti Roma dan Efesus dikemukakan belakangan. Meskipun tiang-tiang itu dibuat khusus untuk Hagia Sofia, namun ukurannya tampak bervariasi. Lebih dari sepuluh ribu orang dipekerjakan. Gereja baru ini secara serentak diakui sebagai karya arsitektur besar. Teori-teori Heron dari Aleksandria mungkin telah digunakan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dalam membangun kubah luas yang membutuhkan ruang sedemikian besar. Bersama dengan Patriark Menas, kaisar meresmikan basilika ini pada 27 Desember 537, lima tahun sepuluh bulan setelah pembangunan dimulai. Sedangkan mosaik yang terdapat di dalam gereja baru selesai pada masa Kaisar Yustinus II yang memerintah pada tahun 565–578 M.

Hagia Sophia menjadi pusat kedudukan Patriark Ortodoks Konstantinopel dan tempat utama berbagai upacara Kekaisaran Romawi Timur, seperti penobatan kaisar. Seperti gereja-gereja lain di seluruh dunia Kristen, basilika ini memiliki tempat perlindungan dari penganiayaan bagi para pelanggar hukum.

Pada 726, Kaisar Leo III mengeluarkan serangkaian keputusan yang melarang masyarakat untuk memberikan penghormatan kepada gambar-gambar, memerintahkan tentara untuk menghancurkan semua ikon, sehingga mengantar pada periode ikonoklasme Bizantium. Pada masa itu, semua gambar dan patung keagamaan disingkirkan dari Hagia Sophia. Setelah gerakan ini dibendung pada masa Maharani Irene yang berkuasa pada tahun 797–802, ikonoklasme kembali merebak pada masa Kaisar Theophilos yang sangat dipengaruhi oleh seni rupa Islam, yang melarang penggambaran makhluk hidup. Theophilos membuat pintu-pintu perunggu bersayap dua, yang memperlihatkan monogramnya, di pintu masuk gereja bagian selatan.

Basilika ini mengalami kerusakan pertama kali dalam kebakaran besar tahun 859, dan kemudian saat gempa bumi pada 8 Januari 869, yang membuat sebagian kubahnya runtuh. Kaisar Basilius I memerintahkan agar gereja ini diperbaiki.

Pada masa pendudukan Konstantinopel pada Perang Salib Keempat, gereja ini dijarah dan dinodai oleh Tentara Salib, sebagaimana dijelaskan oleh sejarawan Bizantium Niketas Choniates. Pada masa pendudukan Latin di Konstantinopel (1204–1261), gereja ini berubah menjadi Katedral Katolik Roma. Baldwin I dimahkotai sebagai kaisar pada 16 Mei 1204 di Hagia Sophia, dengan upacara yang pelaksanaannya menggunakan adat Bizantium. Enrico Dandolo, Doge Republik Venesia yang memimpin pendudukan dan invasi terhadap Konstantinopel oleh Tentara Salib Latin pada 1204, dimakamkan di dalam gereja ini. Makam yang telah terukir namanya, yang menjadi bagian dari dekorasi lantai, diludahi oleh banyak masyarakat Romawi Timur yang merebut kembali Konstantinopel pada tahun 1261 M. Namun, saat restorasi yang dipimpin oleh Fossati bersaudara sepanjang tahun 1847–1849, timbul keraguan terhadap keaslian makam doge tersebut; tampaknya lebih seperti sebuah peringatan simbolis daripada situs pemakaman.

Setelah direbut kembali pada 1261 oleh bangsa Bizantium, gereja ini dalam keadaan bobrok. Pada 1317, Kaisar Andronikus II memerintahkan agar empat penopang (Πυραμὶδας, bahasa Yunani:"Piramídas") baru dibangun di sisi timur dan utara gereja, pembiayaannya menggunakan warisan dari almarhumah istrinya, Irene. Kubah gereja mengalami keretakan setelah gempa bumi bulan Oktober 1344, dan beberapa bagian bangunan runtuh pada 19 Mei 1346; alhasil gereja ini ditutup sampai 1354 saat perbaikan dilakukan oleh arsitek-arsiteknya, Astras dan Peralta.

Masjid
Sultan Mehmed Al Fatih bersama Patriark Gennadius II yang digambarkan pada mozaik abad kedua puluh.

Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani pada 29 Mei 1453. Imam-imam terus melakukan ritual Kristen sampai dihentikan oleh para penakluk. Ketika Sultan dan anak buahnya memasuki gereja, ia menegaskan bahwa bangunan itu harus sekaligus diubah menjadi masjid. Salah seorang ulama kemudian naik ke mimbar dan membacakan Syahadat.

Pada hari ketiga penaklukan, Mehmed II memerintahkan agar penjarahan dihentikan dan mengirimkan pasukannya kembali ke luar dinding kota. Sejarawan Bizantium George Sphrantzes, yang bekerja di istana pada masa tiga Kaisar Romawi Timur terakhir (Manouel II, John VIII, dan Konstantinus XI), menjadi saksi mata jatuhnya Konstantinopel pada 1453, menjadi budak Utsmani namun dibebaskan tidak lama kemudian, menjelaskan tindakan sultan pada hari ketiga tersebut:

Pada hari ketiga setelah jatuhnya kota kami, Sang Sultan merayakan kemenangannya dengan megah dan meriah. Dia mengeluarkan pernyataan: para warga segala usia yang lolos dari deteksi dapat keluar dari tempat persembunyian mereka di seluruh kota dan keluar secara terbuka, mereka akan tetap bebas dan tidak akan diminta pertanyaan. Dia lebih lanjut menyatakan pemulihan rumah-rumah dan properti kepada orang-orang yang meninggalkan kota kami sebelum pengepungan, jika mereka kembali ke rumah, mereka akan diperlakukan sesuai pangkat dan agama mereka, seolah tak ada perubahan.

Kemudian Hagia Sophia, disebut Aya Sofya dalam pelafalan Turki, diubah menjadi masjid kekaisaran. Walaupun begitu, keberadaan Gereja Kristen Ortodoks tetap diakui, sebagaimana dalam sistem millet Utsmani yang memberikan agama non-Islam kewenangan khusus dalam mengatur urusan masing-masing. Gennadius Scholarius lantas ditetapkan sebagai Patriark Konstantinopel pertama pada masa Utsmani, kemudian menetapkan kedudukannya di Gereja Rasul Suci, yang kemudian berpindah ke Gereja Pammakaristos.

Pondok Sultan (Sultan Mahfili) di bagian dalam Aya Sofya, tempat sultan melakukan shalat jamaah tanpa diketahui jamaah lain

Seperti dijelaskan oleh beberapa pengunjung dari Barat (misalnya bangsawan dari Kordoba bernama Pero Tafur dan Cristoforo Buondelmonti dari Firenze), gereja saat itu dalam keadaan bobrok, dengan beberapa pintu telah terlepas dari engselnya. Mehmed II memerintahkan perbaikan dan pengubahannya menjadi masjid. Mehmed menghadiri ibadah Jumat yang pertama kalinya di masjid pada 1 Juni 1453. Hagia Sophia menjadi masjid kekaisaran pertama di Istanbul. Pada wakaf yang bersangkutan dianugerahkan sebagian besar rumah yang saat ini berdiri di kota tersebut dan daerah yang kelak menjadi Istana Topkapı. Sejak tahun 1478, sebanyak 2.360 toko, 1.360 rumah, 4 karavanserai, 30 toko boza, dan 23 toko domba memberikan penghasilan mereka untuk yayasan tersebut. Melalui piagam kekaisaran tahun 1520 (926 H) dan 1547 (954 H), berbagai toko dan bagian dari Grand Bazaar dan pasar-pasar lain, juga ditambahkan ke dalamnya.

Air muncur (Şadırvan) untuk wudhu
Sebelum 1481, sebuah menara kecil telah didirikan di sudut barat daya bangunan di atas menara tangga. Kemudian Sultan Bayezid II (1481–1512), membangun menara lain di sudut timur laut. Salah satu dari menara itu runtuh setelah gempa bumi pada tahun 1509, dan sekitar pertengahan abad keenam belas keduanya diganti dengan dua menara yang dibangun di sudut timur dan barat bangunan.

Mihrab
Pada abad keenam belas, Sultan Suleiman Al Kanuni membawa dua batang lilin kuno dari penaklukannya atas Hungaria dan ditempatkan mengapit mihrab. Pada masa Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhan, Aya Sofya diperkuat dengan dukungan struktural untuk bagian luar. Proyek ini dikepalai arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal sebagai salah satu insinyur gempa pertama di dunia. Untuk memperkuat struktur bersejarah Bizantium ini, Sinan membangun dua menara besar di barat yang awalnya ruang khusus sultan, dan türbe (bangunan untuk makam di Turki) untuk makam Selim II di tenggara bangunan pada 1576-7 M / 984 H. Selain itu, lambang bulan sabit emas dipasang di atas kubah. Kemudian, makam ini juga menjadi makam bagi 43 pangeran Utsmani. Pada 1594 M / 1004 H Mimar (kepala arsitek) Davud Ağa membangun makam Murad III (1574–1595), tempat sultan dan permaisurinya, Safiye Sultan, putra, dan putri mereka dikebumikan. Bangunan makam persegi delapan putra mereka Mehmed III (1595–1603) dibangun arsitek kekaisaran Dalgiç Mehmet Aĝa pada 1608 / 1017 H. Di bangunan ini, dimakamkan pula Handan Sultan, selir Mehmed III yang menjadi ibu suri bagi putra mereka Ahmed I. Dimakamkan pula putra dan putri Ahmed I, putri dari Murad III, dan putra sultan lainnya. Putranya yang lain, Mustafa I (1617–1618; 1622–1623), mengubah bekas ruang untuk pembaptisan menjadi türbe-nya.

Murad III juga membawa dua guci besar Helenistik dari batu pualam dari Pergamum dan menempatkannya di dalam kedua sisi tengah bangunan.

Pada 1717, di bawah kepemimpinan Sultan Ahmed III (1703–1730), plester yang runtuh dalam interior bangunan direnovasi, secara tidak langsung berperan dalam kelestarian banyak mosaik, yang jika tidak dilakukan maka akan dihancurkan oleh para pekerja bangunan. Karena kenyataannya adalah hal biasa bagi mereka untuk menjual batu-batu mosaik – yang dipercaya sebagai azimat – kepada para pengunjung. Sultan Mahmud I memerintahkan perbaikan Aya Sofya pada 1739 dan menambahkan sebuah madrasah, imaret atau dapur umum untuk kaum miskin, dan perpustakaan. Pada tahun 1740, pondok sultan (sultan mahfili) dan mihrab baru ditambahkan di dalam bangunan.

Museum
Kesultanan Utsmani runtuh pada November 1922 M dan digantikan oleh Republik Sekuler Turki. Presiden pertamanya, Mustafa Kemal Atatürk memerintahkan penutupan Aya Sofya pada 1931 M untuk umum, dan dibuka empat tahun setelahnya pada 1935 M sebagai museum. Karpet untuk ibadah shalat dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad. Sejak saat itu, Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di Istambul.

Sebuah mozaik Yesus di Hagia Sophia
Penggunaan Aya Sofya sebagai tempat ibadah dilarang keras oleh pemerintah Turki yang berhaluan sekuler. Namun perintah itu melunak ketika pada 2006, pemerintah Turki mengizinkan alokasi khusus untuk sebuah ruangan doa Kristen dan museum Muslim staf dan sejak tahun 2013, muazin mengumandangkan adzan dari menara museum dua kali saat siang hari.

Wacana Terkini
Pada masa belakangan, wacana mengembalikan Aya Sofya menjadi tempat ibadah semakin ramai diperbincangkan. Pada tahun 2007, politikus Yunani, Chris Spirou mencanangkan gerakan internasional untuk memperjuangkan Aya Sofya kembali menjadi Gereja Ortodoks Yunani. Di sisi lain, beberapa seruan dari beberapa pejabat tinggi, khususnya Wakil Perdana Menteri Turki, Bülent Arınç, menuntut Aya Sofya untuk digunakan kembali sebagai masjid pada November 2013.

Pada bulan Ramadhan 1437 H / 2016, pemerintah Turki memulihkan beberapa fungsi Aya Sofya sebagai masjid kembali selama bulan Ramadhan. Ayat dari kitab suci Al Quran akan dibacakan di Aya Sofya setiap harinya pada bulan suci Ramadhan. Pembacaan dimulai sejak awal Ramadhan dan juga disiarkan secara langsung di saluran religi Turki TRT Diyanet, Selasa (07/06/2016). Hari Senin, pemerintah Turki mulai menyiarkan pembacaan Al Quran dan makan sahur, pada televisi nasional langsung dari Aya Sofya, yang sebelumnya difungsikan sebagai museum sejak sekularisasi Turki oleh Mustafa Kemal.

Surat-surat di Aya Sofya
Di dalam Aya Sofya terdapat surat-surat dari sultan Utsmaniyah yang berfungsi untuk menjamin, melindungi, dan memakmurkan warganya ataupun orang asing pembawa suaka. Terdapat sekitar 10.000 sampel surat yang ditujukan maupun yang dikeluarkan kepada sultan.
Surat tertua ialah surat sertifikat tanah untuk para pengungsi Yahudi pada tahun 1519 yang lari dari Inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Al-Andalus.
Surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim sultan pasca Revolusi Amerika abad ke-18.
Surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia pada 7 Agustus 1709.
Surat yang memberi izin dan beberapa ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang beremigrasi ke Rusia pada tanggal 13 Rabiul akhir 1282 H (5 September 1865). Belakangan mereka kembali ke wilayah kesultanan.
Peraturan bebas cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari suaka ke wilayah sultan pasca Revolusi Bolshevik tanggal 25 Desember 1920 M.

3.      Bauhaus Karya Walter Gropius
Bauhaus, adalah sebuah sekolah seni dan desain di Jerman yang sangat berpengaruh yang terkenal dengan keunikan gabungan antara seni dan teknik dalam produksi massal, yang dalam perkembangannya lebih dikenal sebagai nama sebuah gaya seni tersendiri. Sekolah ini berdiri pada tahun 1919 dan berdiri sampai ditutup oleh Nazi pada tahun 1933. Pertama kali dipimpin oleh Walter Gropius (1883-1969) dan Ludwig Mies van der Rohe (1886-1969). Bauhaus bergerak dalam seni artistektur, yaitu Utopia, berdasar pada idealisme dari bentuk yang sederhana dan fungsi yang lugas, dan sebuah kepercayaan bahwa mesin perekonomian dapat membawa secara elegan benda - benda yang telah didesain menjadi milik massa, menggunakan teknik - teknik dan material - material yang digunakan secara khusus untuk penggunaan pabrik dan manufaktur massal, seperti baja, beton, krom, kaca, dan lain sebagainya.

Sejarah dan Perkembangan
Pada tahun 1919, perekonomian di Jerman sangat kacau setelah perang dunia yang menguras segenap kekuatan Jerman. Seorang arsitek Walter Gropius ditunjuk untuk memimpin sebuah institusi yang dapat membantu membangun negara dan membentuk sebuah tatanan sosial yang baru. Diberi nama Bauhaus, institusi ini difokuskan pada sebuah bentuk baru yang rasional dari perumahan sosial bagi pekerja.

Ide dasar dari pola pengajaran dari Bauhaus adalah kesatuan dari artistik itu sendiri dan dedikasi praktikal. Setiap siswa harus menyelesaikan pelajaran pengantar sebelum dia dapat memasuki sebuah workshop yang dia pilih sendiri. Ada beberapa tipe workshop yang disediakan : Metal, Tipografi, Seni Lukis Gelas, Pahatan, Mebel, Pekerjaan 3 Dimensi dan lain sebagainya.

Siswa di Bauhaus mengambil 6 bulan pelajaran pengantar yang melibatkan melukis dan ekperimen dasar tentang bentuk, sebelum mereka lulus di tiga tahun pelatihan workshop oleh dua ahli: Satu seniman dan satu pengrajin. Mereka mempelajari arsitektur dalam teori dan praktik, bekerja dengan konstruksi bangunan yang nyata. Sasaran kreatifitas dari kurikulum menarik keseluruhan dari staff pengajar. Di antaranya adalah Paul Klee, Wassily Kandinsky, Oskar Schlemmer, Johannes Itten, László Moholy-Nagy, Josef Albers dan Marcel Breuer.

Partai Nazi dan kelompok politik fasis lainnya telah menentang berdirinya Bauhaus semenjak 1920an. Mereka menilai hal ini sebagai sebuah kedok bagi komunis, terutama karena banyak seniman Rusia yang berkecimpung di dalamnya.. Sekolah Bauhaus akhirnya berpindah pertama dari Weimar ke Dessau, dari Dessau ke Berlin, dan akhirnya ditutup karena rezim Nazi pada tahun 1933.

Tujuan Bauhaus
Sekolah ini memiliki 3 tujuan utama
Untuk mendorong seniman - seniman dan pengrajin individual untuk bekerja bersama dan mengkombinasikan semua keahlian mereka.
Untuk meningkatkan stats dari kerajinan, kursi, lampu, poci, dan lain sebagainya ke dalam tingkatan yang sama dengan seni murni, lukisan, pahatan, dan lain sebagainya.
Untuk secara berkelanjutan memperoleh kebebasan dari dukungan pemerintah dengan menjual berbagai rancangan desain ke industri.

Lokasi Bauhaus
Bauhaus Weimar
Bauhaus Dessau
Bauhaus Berlin

Weimar
Di Weimar, siswa mulai dengan 6 bulan pelajaran dasar, diikuti dengan kelas-kelas yang diajar oleh seorang seniman dan seorang pengrajin. Bauhaus menekankan bahwa tujuan utama dari semua aktivitas kreatifitas adalah "bangunan". Siswa berpartisipasi tepat dari awal sebuah proyek bangunan.

Masa ini dipengaruhi oleh gerakan Seni dan Kerajinan Ekspresionisme. Para pengajarnya antara lain adalah Paul Klee, Wassily Kandinsky, dan Oskar Schlemmer.

Pertama kali dengan sukses menggelar pameran pertamanya, namun dianggap terlalu liberal, sehingga Bauhaus terpaksa meninggalkan Weimar dan beralih ke Dessau.

Dessau
Bauhaus disambut dengan hangat oleh Wali Kota Dessau pada tahun 1925. Dessau merupakan tempat yang cocok karena Industrinya dapat membantu Bauhaus dalam memproduksi karya - karyanya. Sebuah bentuk bangunan modern dikeluarkan untuk bangunan Bauhaus. Gropius mendesain ruang - ruang kelas, asrama, dan perumahan dosen yang kemudian menjadi sebuah kelompok dari komunitas seniman yang lengkap.

Sebagai bentuk respon dari kritik mula-mula tentang kurikulum sekolah, Gropius menggabungkan bagian seni dan industri ke dalam studio yang menghasilkan tekstil, perkakas rumah tangga, aksesoris, dan mebel. Gropius dan penggantinya Hannes Meyer, dicabut posisinya karena pandangan politiknya, dan digantikan oleh Ludwig Mies van der Rohe. Untuk menghilangkan elemen - elemen yang dapat membahayakan politik dalam organisasi mahasiswa, Mies mengeluarkan semua siswa dan menerima kembali mereka yang secara politik dapat diterima.

Berlin
Bauhaus pindah ke Berlin secepatnya pada tahun 1933, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk dibangun kembali. Kebangkitan dari Partai Sosialis Nasional (Nazi) di Dessau telah memaksa tutupnya sekolah pada tahun 1932.

Dosen - Dosen di Bauhaus
Walter Gropius (Amerika Jerman, 1883-1969)[2]
Ludwig Mies van der Rohe (Amerika Jerman, 1886-1969)[2]
Wassily Kandinsky (Jerman Russia, 1866-1944)[2]
Lyonel Feininger (Amerika, 1871-1956)[2]
Paul Klee (Swiss-Jerman, 1879-1940)[2]
Oskar Schlemmer (Jerman, 1888-1943)[2]
László Moholy-Nagy (Jerman, lahir di Hungaria, 1895-1946, aktif di Amerika)[2]
Josef Albers (Amerika Jerman, 1899-1976)[2]
Anni Fleischman Albers (Amerika Jerman, 1899-1994)

4.      Rumah Azuma Karya Tadao Ando
Rumah Azuma atau Azuma House terletak di Osaka yang padat penduduk. Dibangun tahun 1976 oleh Tadao Ando. Rumah Azuma terletak di site yang sempit diapit oleh rumah tinggal di sisi kanan dan kiri.

Luas site adalah 57 sq meters,  building area 34 sq meters, luas lantai 65 sq meters. Bangunan ini adalah blok bangunan sederhana yang diselipkan di sebuah lorong sempit row house yang sudah ada. Rumah ini langsung bisa dikenali karena fasad betonnya yang telanjang tanpa finishing, hanya ditandai oleh adanya pintu masuk.

 Interior
Gambar di bawah ini adalah potongan rumah Azuma. Atapnya berupa dak di sisi depan dan belakang rumah. Di bagian tengah adalah tempat cahaya masuk dalam bangunan. Cahaya ini adalah kekuatan desain Ando pada rumah Azuma. Cahaya melunakkan desain rumah yang kaku dan mengisi kekosongan ruang.

Jelas sekali Ando menyukai keterpaduan dan keterikatan antara ruang luar dan dalam. Walaupun di kanan dan kiri diapit oleh rumah tinggal dan tak ada halaman sedikit pun, tetapi rumah Azuma tetap memiliki ruang untuk merasakan angin dan cahaya dari luar.

Tadao Ando adalah seorang arsitek Jepang, lahir pada tanggal 13 september 1941 di distrik Minato, Osaka sebagai putra kembar. dibesarkan kakek dan nenek dari pihak ibu di distrik asahi, nama keluarga ando diperolehnya dari keluarga ibunya. adik kembarnya bernama takao kitayama, memiliki perusahaan konsultan dan desain, kitayama & company di tokyo. arsitek kōjirō kitayama yang berkolaborasi dengan peter eisenman adalah adik bungsunya. great ando adalah nama ringnya sewaktu menjadi petinju profesional. Uang hadiah bertinju dipakainya untuk mengembara ke amerika, eropa, afrika, dan asia.

Pada umur 10 sampai 17 tahun, tadao ando bekerja pada tukang kayu. cara belajarnya sangat tak lazim, “saya bukan siswa yang baik. saya lebih suka belajar sendiri di luar kelas. ketika saya berumur sekitar 18, saya mulai mendatangi kuil, tempat suci dan tempat minum teh di kyoto dan nara; ada banyak arsitektur tradisional yang luar biasa di sana. saya mempelajari arsitektur dengan melihat bangunan yang ada dan membaca buku tentangnya.” ketertarikannya pada arsitektur pertama kali tumbuh saat pada umur 15 ando membeli buku yang berisi sketsa-sketsa le corbusier. “saya men-trace gambar tersebut berkali-kali, sampai seluruh halaman jadi hitam,” kata tadao ando, “saya seringkali heran, dari mana le corbusier mendapatkan ide.”

5.      Green School Bali Karya John Hardy
Green School (Bali) adalah sekolah pra-taman kanak-kanak nirlaba, swasta dan internasional yang berlokasi di sepanjang Sungai Ayung dekat Ubud, Bali, Indonesia. 

Sekolah itu didirikan oleh John dan Cynthia Hardy. The Hardys dilaporkan menyusun Green School pada tahun 2006 setelah membaca dokumen konsep Tiga Mata Air Alan Wagstaff untuk komunitas desa pendidikan. Jembatan bambu sekolah, yang membentang 22 meter di seberang Sungai Ayung, selesai pada November 2006. Green School dibuka pada September 2008 dengan 90 siswa dan kampus yang dibuat khusus yang muncul dari hutan dan sawah. Sejak itu telah berkembang menjadi sekitar 400 siswa. 

Desain ekologis
Meskipun ada niat awal untuk hidup di luar jaringan, hingga 2014 sekolah 70+ bangunan tidak lepas dari grid,  tetapi menggunakan beberapa sumber energi terbarukan, termasuk tenaga mikro-hidro dari "hidroelektrik pusaran", dan tenaga surya.

Kampus ini dirancang berdasarkan prinsip-prinsip sistem permakultur organik, dan para siswa mengolah kebun organik sebagai bagian dari kegiatan belajar mereka. Bangunan dibangun terutama dari sumber daya terbarukan termasuk bambu, rumput lokal dan dinding lumpur tradisional.  Kampus ini telah dilaporkan sebagai contoh potensi bangunan berskala besar dari arsitektur bambu, khususnya "The Heart of the School" - bangunan dengan panjang 60 meter, yang dibangun dengan 2500 bambu kutub. Sekolah juga menggunakan bahan bangunan terbarukan untuk beberapa kebutuhan lainnya, meskipun siswa senior diharuskan menggunakan laptop. 

Pada Januari 2015, siswa sekolah menengah Green School meluncurkan Bio Bus, sebuah perusahaan sosial yang dipimpin oleh siswa untuk menyediakan layanan transportasi yang berkelanjutan bagi siswa, guru, dan komunitas Green School. Inisiatif ini melihat penyelesaian sistem transportasi ke pengaturan pedesaan Green School, yang terutama terdiri dari mobil pribadi, carpooling dan sepeda motor. Bio Bus sekarang memiliki empat bus 18 kursi yang beroperasi murni menggunakan biodiesel (B100) yang terbuat dari minyak goreng bekas. 

Kampus yang semuanya terbuat dari bambu ini disusun oleh John dan Cynthia Hardy, dibangun oleh master tukang kayu Jorg Stamm dan perancang Aldo Landwehr. Untuk mengajarkan orang bagaimana membangun dan mendesain dengan Bambu, menyatukan tradisi dan Inovasi, proyek Bamboo U datang ke tempat. Program ini memberi para arsitek, perancang, insinyur, pendukung lingkungan, dan penggemar fondasi dalam konstruksi Bambu. Kampus Bamboo U terletak di sebelah kantor desain Ibuku dan pabrik bambu, dan jaraknya berjalan kaki dari Green School. Kurikulum mereka meliputi Botani, Pengerjaan Tradisional, Teknik, Desain Biofilik, dan dasar-dasar arsitektur bambu berkelanjutan. Setiap topik didukung oleh kuliah teori dan lokakarya praktis. Peserta juga akan memiliki kesempatan untuk bertemu dan terlibat dengan inovator, pengusaha, dan perancang bambu. Isi kursus dibuat bekerja sama dengan tim desain Ibuku dan terinspirasi oleh pengetahuan dan keterampilan para ahli bambu kelas dunia.

Kurikulum
Visi Green School Bali adalah untuk mendidik pemimpin hijau muda dalam kewarganegaraan global. Kurikulum adalah model pembelajaran progresif yang menghubungkan pelajaran abadi dari alam ke persiapan yang relevan dan efektif untuk masa depan yang berubah cepat dalam nilai-nilai panduan integritas, tanggung jawab, empati, keberlanjutan, perdamaian, kesetaraan, komunitas, dan kepercayaan. 

Sekolah ini terdiri dari empat lingkungan belajar - Tahun Awal, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah & Sekolah Menengah. Program khusus meliputi Studi Hijau, ilmu lingkungan, pembelajaran kewirausahaan, dan seni kreatif. Strukturnya adalah Three Frame Day yang mencakup Frame Integral, Frame Instruksional, dan Frame Experiential. 

Sekolah dilaporkan "mempersiapkan siswa untuk menjadi penjaga lingkungan, mengajar mereka untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif, yang memperjuangkan keberlanjutan dunia dan lingkungan." 

Kegiatan ekstrakulikuler
Koneksi Kul Kul
Didirikan pada tahun 2016, Koneksi Kul Kul adalah program komunitas, diselenggarakan setelah sekolah untuk lebih dari 210 siswa lokal. Fokus utama dari program ini adalah bahasa Inggris dan keberlanjutan. 

Dewan direksi & Tata Kelola
Pada 2015, Green School meluncurkan proses Kajian Strategis untuk memasukkan anggota fakultas, orang tua, komunitas lokal dan dewan direksi dalam semangat kemajuan sekolah. Untuk memenuhi evolusi ini, struktur tata kelola Green School diperbarui dan dipublikasikan. Green School beroperasi di Bali sebagai yayasan nirlaba yang terdaftar di Indonesia. Struktur tata kelola tiga tingkatnya didasarkan pada persyaratan hukum Indonesia. Saat ini terdapat Wali Amanat, Dewan Manajemen - badan lintas pemangku kepentingan yang mengatur Sekolah secara operasional untuk memberikan pengalaman pendidikan holistik sekolah, dan mengimplementasikan rencana strategisnya. Anggota Dewan Sekolah termasuk Roger J. Hamilton David Heffernan. Ronald Stones, Nadya Hutagalung, Mickey Ackerman, Chris Saye, Derek Montgomery dan Theo Bakker. 

Penghargaan
Green School dianugerahi penghargaan "Greenest School on Earth" 2012 oleh Center for Green Schools di AS. Green Building Council. Sekolah itu adalah finalis Penghargaan Arsitektur Aga Khan 2010.
 
Siswa terkemuka
Achintya Holte Nilsen - Pemenang Miss World Indonesia 2017, Kecantikan dengan Tujuan 2018 dan 6 Besar Miss World 2017 di Sanya, Cina
Melati dan Isabel Wijsen - pendiri inisiatif Bye Bye Plastic Bags, adalah siswa di sekolah tersebut. Pada September 2015 mereka berbicara di TEDGlobal London dan pada Desember 2015 di Wonderfruit di Thailand tentang masalah polusi plastik di pulau Bali. Melalui upaya mereka, Gubernur Bali telah berkomitmen bahwa Bali akan bebas dari penggunaan kantong plastik pada tahun 2018, yang saat ini tidak terjadi.



Comments

Popular posts from this blog

TAMAN SINGOSARI SEMARANG SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK